PraDiabetes – Saatnya Untuk Mencegah Pengidapan Diabetes Nyata
24 April 2020
PraDiabetes – Saatnya Untuk Mencegah Pengidapan Diabetes Nyata
Pada tahun 2019, terdapat total 463 juta individu penderita diabetes di seluruh dunia, yang dimana angka ini dapat merepresentasikan 9,3% dari seluruh individu dewasa di seluruh dunia (dengan rentang usia 20-79 tahun). Jumlah ini diperkirakan akan terus meningkat menjadi 578 juta (10,2%) pada tahun 2030, dan menjadi 700 juta (10,9%) di tahun 2045. Prevalensi diabetes pada kaum wanita di tahun 2019 diperkirakan mencapai 9,0%, dan 9,6% pada kaum pria pria.
Prediabetes merupakan suatu kondisi dimana kadar gula darah adalah lebih tinggi dari rentang normal namun belum dapat didiagnosis sebagai diabetes oleh. Hampir seluruh penderita diabetes tipe 2 pasti mengalami kondisi prediabetes sebelumnya, namun kondisi prediabetes tidaklah memunculkan gejala. Peningkatan prevalensi prediabetes dapat dijadikan dasar untuk memprediksi peningkatan tingkat insiden diabetes tipe 2. Terdapat sekitar 84 juta individu yang berusia >20 tahun di Amerika Serikat yang menderita diabetes, namun 90% dari mereka tidaklah menyadarinya.
Para individu yang menderita kondisi prediabetes diketahui memiliki tingkat risiko yang lebih tinggi untuk mengalami berbagai komplikasi mikro dan makrovaskular, yang diantaranya mencakup diabetes tipe 2, masalah pada kesehatan jantung, pembuluh darah, mata, dan ginjal. Dampak kesehatan dari kondisi prediabetes diantaranya mencakup komplikasi diabetes jangka panjang, penurunan fungsi terkait gangguan kesehatan, penurunan tingkat kualitas hidup, serta penurunan tingkat harapan hidup secara keseluruhan. Komplikasi jangka panjang dari kondisi prediabetes diantaranya mencakup infark miokardium, stroke serebrovaskular, dan gagal ginjal stadium akhir. Dengan demikian, sangatlah penting untuk mengambil beberapa langkah awal yang mencakup skrining, pencegahan, dan penanganan dini untuk pengendalian epidemi prediabetes yang terus meningkat ini. Beberapa prediktor prediabetes yang signifikan diantaranya meliputi usia, etnis, berat badan berlebih, tekanan darah tinggi, dan penurunan tingkat sosial ekonomi.
Telah terbukti bahwa penurunan berat badan pada para individu yang mengalami kondisi prediabetis dapat menurunkan tingkat risiko pengidapan diabetes tipe 2. Misalnya, menurut satu penelitian, perubahan gaya hidup yang terdiri dari penurunan berat badan 7% dengan cara berolahraga 150 menit setiap minggu, diketahui dapat menurunkan tingkat risiko perubahan prediabetes menjadi diabetes tipe 2 setingkat 58% pada periode follow up selama 2,8 tahun. Data tersebut tercermin dalam beberapa rekomendasi penanganan saat ini bagi para pasien penderita, yang dimana merekomendasikan penanganan perubahan gaya hidup sebagai landasan penanganan.
Namun demikian, terdapat data klinis lain yang meragukan bahwa perubahan gaya hidup saja tidaklah akan cukup untuk menurunkan berat badan yang signifikan dalam jangka panjang.
Walaupun intervensi intensif dapat menurunkan berat badan jika dibandingkan dengan perubahan gaya hidup mendasar, namun pengaruh ini tampaknya dapat menjadi tidak signifikan seiring dengan berjalannya waktu (median follow up: 9,6 tahun). Alasan-alasan akan ketidakberlanjutannya perubahan gaya hidup cukuplah beragam, yang mungkin diantaranya mencakup persistensi buruknya profil metabolik, yang dimana hal ini akan cenderung mengembalikan berat badan setelah berhasil menurunkan berat badan, ditambah dengan kurang tersedianya tim multidisiplin pendukung di dalam praktik klinis rutin.
Dengan pertimbangan-pertimbangan ini, penanganan obesitas dan prediabetes yang efektif dan pragmatis mungkin akan membutuhkan hal lain selain pengaturan makan dan olahraga, yaitu penanganan farmakoterapi dan bedah bariatrik sebagai opsi bagi para pasien yang tidak mampu untuk memiliki berat badan yang diinginkan.
Penanganan obesitas pada para individu yang mengalami kondisi prediabetes melalui penggunaan obat-obatan sebagai upaya tambahan selain perubahan gaya hidup dapat menurunkan tingkat risiko perubahan dari kondisi pra-diabetes menjadi diabetes, dengan demikian upaya ini dapat mencegah tingkat kenaikan kasus diabetes di negara ini.
Obat-obatan seperti metformin, thiazolidinediones, inhibitor alpha-glukosidase, orlistat dan liraglutide telah terbukti memiliki tingkat kemanjuran preventif. Walaupun obat-obatan ini dapat menunda awal kemunculan penyakit diabetes nyata, namun manfaat dan resiko dari penggunaan obat-obatan – terlepas dari pengaruhnya terhadap hiperglikemia – haruslah dipertimbangkan. Singkatnya, obat-obatan dapat diresepkan dan dimonitor oleh para dokter berpengalaman yang terlatih di dalam penanganan diabetes dan obesitas.